Krisis persatuan umat islam sedang melanda bangsa ini. Umat islam mulai terpecah belah. Sikap apatis terhadap permasalahan umat islam pun tumbuh seiring lunturnya rasa saling memiliki. Masing masing pihak saling bertikai demi mecapai kepentingannya. Seakan lupa bahwa mereka mengemban tugas yang sama menjadi hamba yang mengabdi pada Sang Pencipta.
Egoisme dan Arogansi kelompok menjadi paradigma yang dibangun masing masing kelompok. Saling berkompetisi untuk memenangkan kepentingannya, angkuh dan sombong dengan kelompok lain. Sebagian menganggap kelompoknyalah yang paling benar. Sebagian yang lain merasa berkuasa atas kepentingan umat. Mereka tidak lagi saling merapatkan barisan dan bergandengan tangan, justru saling berkompetisi mendapat kendudukan dimata rakyat.
Kepentingan politik menyusup ke celah-celah barisan umat islam. Mereka tidak lagi bekerja ikhlas untuk agama, namun dasar politik yang memacunya. Strategi dan manuver manuver politik dikontruksi dan direalisasikan demi kepentingan kelompoknya. Lantang mengangkat suara rakyat menentang penguasa, namun politiklah tujuannya. Sejatinya, ormas agama tidak dibentuk untuk tujuan tujuan politik. Politik adalah pekerjaan jangka pendek, sedangkan agama jangka panjang, tak ada habisnya. Politik melahirkan “orang besar“, agama melahirkan “wali Allah”, yang satu tampak diatas permukaan, yang lain tersembuyi dibawah dataran, yang satu berisik, yang satu diam, yang satu mendapat kekuasaan dunia, yang satu memperoleh pahala di akhirat. Bagi kawan dan lawan, dengan mengetahui kepentingan permanen umat islam itu, mudahlah mengetahui keinginan sesungguhnya dibalik manuver manuver politik para pemimpin umat. Bagi umat sendiri, akan transparanlah siapa yang benar benar bekerja untuk islam, dan siapa yang hanya bekerja untuk diri sendiri atau golongannya.
Liberalisme bergerak cepak bak api yang menjalar dalam sekam. Senyap namun menggerogoti iman para muslim. Sekularisme menjalar begitu cepat, umat muslim mulai terkecoh dengan pernyataan bahwa agama tidak mempunyai urusan dengan kehidupan. Pluralisme mulai berbual dengan menjadikan semua agama sama dan akan masuk surga. Seorang muslim harus sadar bahwa segala upaya kaum sesat itu adalah untuk meruntuhkan persatuan umat muslim. Umat muslim dibuat pecah menjadi serpihan serpihan tak mampu bersatu apalagi menjalin kekuatan.
Maka dari itu, umat islam perlu sadar bahwa segala bentuk yang menyebabkan perpecahan umat harus dihancurkan. Segala perbedaaan harus dikesampingkan. Segala kepentingan hawa nafsu harus disingkirkan. Masing masing ormas bersatu menjadi prajurit banteng bak pasukan Khalid bin Walid. Seorang muslim tidak hanya sadar akan kepentingan individual, namun harus sadar akan kepentingan kolektif dan agama. Umat islam harus bersatu saling mendekat, merangkul sehingga kokoh dalam barisan.
Konstruksi kesadaran umat islam menjadi bagian dari strategi membangun kekuatan. Kesadaran akan memicu individu muslim memperjuangkan din ini. Kaum intelektual muslim akan membantah berbagai argumen konyol kaum sesat. Kaum mujahid akan menjadi garda terdepan dalam barisan umat islam. Elite muslim terpelajar akan bekerja cerdas menimba ilmu. Ulama akan menjadi sosok yang membangkitkan semangat umat. Kesadaran yang perlu dibangun umat islam meliputi, 1) Kesadaran tentang perubahan, 2) Kesadaran kolektif, 3) Kesadaran sejarah.
Kesadaran tentang perubahan. Tidak dipungkiri bahwa dinamika waktu menyebabkan perubahan. Umat islam harus sadar bahwa kita tidak bisa diam dan merasa nyaman. Jika umat hanya diam, maka akan tergerus perubahan zaman. Ilmu pengetahuan dan Teknologi begitu cepat mengalami kemajuan. Cendekiawan muslim harus pandai menguasainya. Pholiticalphobia harus disingkirkan agar pemegang kekuasaan bukan orang orang tak beragama. Keadaan sosial, ekonomi, politik, budaya muslim harus disesuaikan dalam gejolak perubahan zaman ini.
Kesadaran Kolektif. Kita sudah punya kesadaran individual sebab dalam agama setiap orang bertanggung jawab pada perbuatannya sendiri. Namun perluasan kesadaran individual berhenti pada kesadaran kelompok atau jamaah saja. Lihatlah pada zaman orde lama, dengan mudah kaum ulama terbagi menjadi ulama propemerintah dan ulama anti pemerintah. Realitas sejarah menunjukan bahwa ajaran tentang ummatan wahidah selalu tenggelam dalam hiruk pikuk politik. Kesadaran kolektif tidak hanya berhenti pada politik saja, namun harus berlanjut pada kesadaran sosial, ekonomi.
Dalam bidang sosial, sering kali umat islam lupa bahwa muslim satu dengan yang lain adalah saudara. Tidakkah kita sering melihat, masih banyak orang orang islam yang kekurangan sandang, pangan maupun papan. Kita sering lupa bahwa kita punya tetangga yang perlu kta santuni. Kaum elite terlalu sibuk dengan hartanya sehingga kaum miskin pun terlantar tak berdaya. Mudah bagi misionaris islam melakukan pemurtadaan terhadap kaum muslimin hanya dengan iming iming harta.
Dalam bidang ekonomi, banyak orang yang mengaku islam tetapi dalam ekonomi ia adalah kapitalis. Sering kali kita terlalu bangga dengan membeli produk asing, tapi kita lupa bahwa kita mempunyai wiraniagawan muslim yang membutuhkan kita guna memajukan perekonomian islam sendiri. Sudah banyak kepustakaan islam tentang ekonomi islam, pendidikan ekonomi islam, institusi institusi islam dalam mempromosikan islam kiranya sudah bisa memunculkan kesadaran kolektif.
Kesadaran sejarah. Menurut Kuntowijoyo kesadaran sejarah ialah kesadaran bahwa umat sebagai kolektivitas adalah unit sejarah yang mau tidak mau terlibat dalam arus perkembangan sejarah. Tinta sejarah mencatat bahwa umat islam pernah berjaya memegang tampuk kekuasaan. Mulai dari masa Rasulullah, Khulafaur ar rasyidin Bani Umayyah Bani Abassyah, Bani Fathimiyah, Turki. Itu semua menunjukan bahwa jika uat islam mampu bersatu menjalin kekuatan maka umat islam dapat berkuasa dan menjadi kekuatan besar. Bukankah kalimat Lailah illaallah diperjuangkan para ulama dan santri terdahulu. Jiwa dan harta dipertaruhkan demi menegakkan kalimat tauhid. Kaum orientalis imperialis pun selalu berhadapan dengan barisan umat islam. Maka dari itu, saat ini umat islam perlu sadar bahwa kita harus aktif sebagai subjek yang menentukan sejarahnya sendiri, tidak hany menunggu untuk dikendalikan kekuatan sejarah lain sebagai objek.
Kesadaran kesadaran diatas hendaknya dikonstruksikan ke dalam nurani tiap muslim di Indonesia guna membangun kesadaran yang utuh dan komperehensif. Sehingga dapat dimanifestasikan kedalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Umat islam tidak lagi menjadi buih yang berhamburan di lautan, terombang ambing kesana sini tak berdaya, tetapi menjadi gunung gunung yang terpaku kuat dan kokoh menancap bumi. Tidak kalah penting adalah umat islam harus senantiasa meningkatkan iman dan taqwa, sungguh janji Allah berupa kemenangan adalah nyata. Amar maruf nahi mungkar harus selalu ditegakkan. Menjadi keharusan bahwa kemaksiatan individual maupun kelompok harus ditutup dengan keimanan dan ketaqwaan, sehingga jalan mencapai kejayaan umat kiat mendekat. InsyaAllah.